Rabu, 03 Desember 2008

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Karya Tulis limiah Penelitian Tindakan kelas
PENGGUNAKAN MEDIA KOMPUTER DENGAN PERANGKAT LUNAK AUTODESK INVENTOR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA DIKLAT MENGGAMBAR TEKNIK MESIN KELAS II PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN DI SMK NEGERI 1 ADIWERNA

Oleh : A R Hartono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran yang berbasis komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor yang diimplementasikan pada siswa kelas II program keahlian Teknik Pemesinan, dengan harapan dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Indikator ketuntasan belajar adalah apabila seorang siswa memperoleh nilai sekurang-kurangnya 7,0 atau 70% untuk mata diklat produktif dan secara klasikal telah diperoleh nilai sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa di kelas tersebut yang telah mencapai nilai perseorangan sebesar 70%.
Hasil dari penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut : untuk penilaian dengan metode konvensional dai 35 siswa telah diperoleh rentang nilai kurang dari 70 sebanyak 24 siswa (68,57%) dan rentang nilai lebih dari 70 sebanyak 11 siswa ( 31,53%). Adapun penilaian yang dilaksanakan dengan metode penggunaan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor dari 35 siswa telah diperoleh rentang nilai kurang dari 70 sebanyak 5 siswa ( 14,29%) dan rentang nilai lebih dari 70 sebanyak 30 siswa ( 85,71%). Dari data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran mada diklat menggambar tenik mesin dengan metode menggunakan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor secara siginifikan lebih baik jika dibandingan dengan pembelajaran dengan metode konvensional.
Untuk terlaksananya kegiatan pembelajaran dengan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor memerlukan konsekuensi-kosekensi yang meliputi penyediaan sarana pendukung perangkat komputer yang memadai dan komptensi guru/instruktur yang mampu memotivasi siswa untuk menerima materi pembelajaran dengan media komputer.

Kata Kunci : Pembelajaran berbasis tekologi komputer –Sarana dan Kompetensi guru
memadai-Ketuntasan belajar.




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negera Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki ketrampilan hidup (life skill) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sementara itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasioal berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa , bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Masa Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tigal hal paling mendasar, yaitu (1) efektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan , akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul , dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan ketrampilan teknis , kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Di dalam masyarakat berbasis pengetahuan, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat dominan. Masyarakat Indonesia yang Indeks teknologinya masih rendah belum secara optimal memanfaatkan Iptek sebagai penggerak utama (prime mover) perubahan masyarakat. Pendidikan memfasilitasi peningkatan indeks teknologi tersebut, namun demikian , peningkatan indeks teknologi tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan , melainkan juga oleh transfer teknologi yang biasanya menyertai investasi. Penyertaan investasi memerlukan sumber daya manusia yang mampu mengejawantahkan nilai-nilai sosial-kemasyarakatan.
Jika berbicara mengenai upaya peningkatan sumber daya manusia , tentu tidak terlepas dari peran lembaga dan sistem yang dilaksanakan, tak dapat dipungkiri pula bahwa peran media dan teknologi dalam pengajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan guna mencipakan masyarakat maju dan modern.
Salah satu ciri yang menunjukkan masyarakat maju dan modern adalah banyak orang yangg hidupnya merupakan hasil rancangan dan rekayasa manusia itu sendiri.Selain itu juga bahwa yang menunjukkan perubahan manusia dari keadaan tradisional menjadi manusia modern , terlihat dari rancangan peralatan yang digunakan manusia untuk meumudahkan manusia itu sendiri dalam aktifitasnya sehari-hari.
Era globalisasi dan era kominukasi saat ini ditandai banyaknya manusia yang memanfaatkan teknologi informasi yang berbasis komputer untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kemajuan teknologi komputer yang sangat cepat , dan didukung oleh kemajuan teknologi informasi dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar dengan cara memanfaatkan penggunaan komputer. Dengan menggunakan perangkat lunak komputer dapat digunakan untuk mempermudah dan mendapatkan hasil yang optimal dari suatu pekerjaan.
Tujuan Program Keahlian Teknik Pemesinan secara umum mengacu pada isi Undang-Undang Sistem Pendidikan nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.


Secara khusus tujuan Program Keahlian Teknik Pemesinan adalah membekali peserta didik dengan ketrampilan , pengetahuan dan sikap agar kompeten :
a. bekerja baik secara mandiri atau mengisi lowongan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan dunia industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah dalam bidang Teknik Pemesinan;
b. memilih karier , berkompetisi, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang Teknik Pemesinan.
(Kurikulum SMK Edisi 2004 , Bagian II Halaman 1)
Untuk dapat mememnuhi tujuan tersebut maka sudah seharusnya perlu adanya inovasi dan terobosan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan komputer.

B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang maka dapat diidentifikasikan masalah “Apakah penggunaan komputer dengan softwer\\are Inventor dapat meningkatkan hasil belajar siswa ?
Dari permaslahan tersebut , yang menjadi sub permasalahannya adalah :
1. Bagimanakah keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan komputer perangkan lunak Autodesk Inventor?
2. Bagaimanakah aktivitas peserta didik dalam PBM dengan menggunakan komputer perangkat lunak Autodesk Inventor ?
3. Bagaimanakah hasil belajar peserta didik dengan menggunakan komputer perangkat lunak Autodesk Inventor ?
4. Bagaimanakah respon peserta didik dalam PBM dengan menggunakan komputer perangkat lunak Autodesk Inventor ?
5. Kendala-kendala apakah yang terjadi dalam PBM dengan menggunakan komputer perangkat lunak Autodesk Inventor ?

C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah dengan menggunakan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor dapat meningkatkan prestasi hasil belajar mata diklat Menggambar Teknik Mesin kelas II program keahlian Teknik Pemesinan ?

D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan , maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dengan menggunakan komputer perangkat lunak Inventor guna meningkatkan hasil belajar mata diklat Menggambar Teknik Mesin. Dari penjabaranb rumusan masalah , penelitian ini bertujuan khusus untuk :
1. Mengembangkan perangkat pembalajaran berbasis komputer dengan mengunakan perangkat lunak Inveentor sebagai media pembelajaran mata diklat Menggambar Teknik Mesin SMK
2. Mengetahui tingkat keterlaksanaan proses pembelajaran berbasis komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor
3. Mengetahui aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran berbasis komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor
4. Mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran berbasis komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor
5. Mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam PBM berbasis komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
Bagi Peserta Didik
1. Meningkatkan pemahaman konsep menggambar teknik mesin
2. Mengatasi kesulitan dalam menyerap materi pembelajaran mata diklat Menggambar Teknik Mesin
3. Meningkatkan hasil belajar peserta didik
Bagi Guru
1. Memperbaiki proses belajar mengajar
2. Memunculkan inovasi baru dalam pembelajaran
3. Menyenangkan peserta didik dalam belajar
Bagi Sekolah
1. Meningkatkan pelayanan kepada pelanggan internal ( peserta didik )
2. Meningkatkan sumber daya manusia guru
3. Secara umum prestasi sekolah menjadi meningkat
F. HIPOTESIS TINDAKAN
Diharapkan dengan menggunakan media komputer perangkat lunak Autodesk Inventor dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada setiap siklusnya. Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat mencapai hasil yang ideal pada siklus ke siklus

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Media
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima (Sadiman ,1993:6). Sedangkan menurut Gagne dalam Sadiman (1993:6) menyatakan media adalah berbagai jenis koponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.Briggs (1970:8) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Menurut Sudjana dan Ahmad Rivai (1989:1) mengatakan bahwa ada dua aspek yang paling menonjol dalam metodologi pengajaran yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar.
Pengertian media meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa) sehingga proses pembelajaran menjadi jelas, menarik, interaktif, efektif dan efisien serta dapat mengurangi pemahaman yang abstrak pada diri siswa (Dayton, 1985) dalam Aristo Rohadi (2003:8).
Menurut Rohadi (2003:9) media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi yang sering digunakan dalam bidang komunikasi dan termasuk ke dalam media meliputi teaching Aids, AVA dan media belajar atau sering disebut juga alat peraga.
Mc. Lucan dalam Wibawa dan farida Mukti (1992:7) mengatakan bahwa media itu adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi. Menurutnya, media adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dari seseorang ke orang lain yang tidak ada dihadapannya, sedang menurut Romiszowski, media adalah pembawa pesan yang berasal dari sumber pesan ( yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses belajar mengajar penerima pesan itu adalah siswa.
Dalam pengertian teknologi pendidikan , media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di samping pesan , orang, teknik latar dan peralatan. Pengertian media ini masih sering dikacaukan dengan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat lunak (software) berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau perangkat keras (hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan yang terkiandung pada media tersebut (AECT, 1977) dalam Sadiman , dkk (1993:19).
Menurut Rudy Brets dalam Sadiman, dkk (1993:20) mengidentifikasi ciri utama media menjadi tiga unsur pokok, yaitu : suara, visual dan gerak. Visual sendiri dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, garis (line graphic) dan simbol yang merupakan suatu kontinum dari bentuk yang dapat ditangkap dengan indera penglihatan.
Adapun menurut Sudjana dan Ahmad Rivai (1991:1-2) mengatakan bahwa Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan , mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa . Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain (a) pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan mivasi belajar, (b) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa mengusasi tujuan pengajaran lebih baik, (c) metode menjagar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi biila guru mengajar secara paralel , (d) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru , tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemostrasikan dan lain-lain. Alasan kedua adalah berkenaan dengan taraf berfikir siswa. Taraf berfikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berfikir sederhana menuju ke berfikir kompleks. Penggunaan media pengajaran erat kaitannya dengan tahapan berfikir tersebut sebab melalui media pengajaran hal-hal yang abstrak dapat dikongkretkan , dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan.

B. Komputer dan pembelajaran
Komputer berasal dari bahasa latin Computare yang berarti menghitung. Karena luasnya bidang garapan komputer , menurut Setiawan (2003: 2-3) para ahli mendifinisikan sebagai berikut :
1. Menurut Hammacher, komputer adalah mesin penghitung elektronik yang cepat dan dapat menerima informasi input digital dan mempro
2. sesnya sesuai dengan program yang terseimpan di memerinya dan menghasilkan output informasi
3. Menurut Blissmer, komputer adalah suatu alat elektronik yang mampu melakukan tugas menerima input , memproses imput sesuai dengan program , menyimpan perintah-perintah dan hasl dari pengolahan dan menyediakan output dalam bentuk informasi
4. Menurut Fouri, komputer adalah suatu alat pemroses data yang dapat melakukan perhitungan besar secara cepat termasuk perhitungan aritmatika dan operasi logika, tanpa campur tangan manusia.
5. Menurut Umar Hamalik, komputer adalah suatu alat yang dapat menerima informasi, melaksanakan prosedur pemrosesan terhadap informasi tersebut , dan menyediakan informasi tersebut sesuai dengan keinginan sipemakai (user)
Dari ke empat pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa komputer sangat tepat digunakan sebagai teknologi dalam pembelajaran, sebab komputer dapat meprogram , membuat data , menyimpan program yang telah dirancang dan perancangan animasi yang dapat membuat daya khayal dan imajinasi anak yang dapat kita rancang dan diprogram dalam komputer.
Penggunaan komputer dalam pembelajaran pada saat ini lebih dikenal dengan pendekatan berbasis e-learning atau sering juga disebut IT atau ICT yang menurut Collis dan Juang (2003:12) pemanfaatan komputer dalam pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua , yaitu pemanfaatan komputer sebagai core technology ( teknologi utama ) dan pemanfaatan komputer sebagai complementary tecnologi ( teknologi pendukung ).Teknologi utama dalam sistem pembelajaran adalah interaksi antara peserta didik dengan guru atau nara sumber lainnya atau sesama peserta didik . Jika komputer digunakan oleh guru sebagai teknologi utama , berarti tanpa komputer proses pembelajaran tidak akan berlangsung. Jika komputer digunakan sebagai teknologi pendukung maka komputer berperan sebagai media pembelajaran yang digunakan sebagai alat atau sarana dalam membantu pembelajaran yang bermanfaat untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
Yayasan Sinopsis Indonesia (2003:8) E-learning secara sederhana berarti pembelajaran yang memanfaatkan multi media interaktif dan tekno,ogi internet sebagai bagian terpadu dari kurikulum. Dengan multi media interaktif peserta didik belajar materi ajar yang disajikan melalui layar komputer dengan gambar dan fasilitas warna-warni, vidio, animasi, suara. Pembelajaran tiudak lagi monoton dalam bentuk klasikal, ceramah dengan jumlah 35-40 peserta didik.
Bagi peserta didik E-learning mendorong untuk belajar aktif kreatif, mandiri, fun, tidak jemudan tidak mengantuk. Peserta didik belajar dengan gaya dan kecepatannya sendiri . Peserta didik dapat melakukan latihan tugas-tugas atau soal-soal secara mandiri tidak merasa takut salah dan malu , sehingga dia dapat mencapai skor yang maksimal. Hal ini tentu dapat meningkatkan kepercayaan diri peserta didik. Bagi guru E-learning dapat membantu dalam hal menjelaskan dan menerangkan konsep materi yang sulit, mengolah bank soal, mengadakan ujian dan mengoreksi hasil ujian.

C. Autodesk Inventor
Autodesk Inventor merupakan salah satu program CAD (Computer Aided Design) yang memiliki kemampuan serta kemudahan untuk melakukan pengerjaan Mechanical Design. Konsep dasar untuk menjalankan program Autodesk Inventor hampir sama dengan program Autodesk yang lainnya misal AutoCad dan Mechanical Desktop, sehingga dengan terlebih dahulu mempelajari program tersebut maka akan memberikan referensi serta memudahkan dalam mempelajari program Autodesk Inventor.
Autodesk Inventor merupakan program pengembangan dari AutoCAD dan Autodesk Mechanical Dekstop. Autodesk Inventor memiliki beberapa kelebihan yang memudahkan pemakai dalam desain serta tampilan yang lebih menarik / riil, karena fasilitas mataerial yang disediakan . Beberapa kelebihan dari Autodeks Inventor tersebut diantaranya :
1. Memiliki kemampuan parametric solid modeling, yaitu kemampuan untuk melakukan design serta pengeditan dalam bentuk solid model dengan data yang telah terseimpan dalam data base. Dengan adanya kemampuan tersebut desginer/enginer dapat merivisi atau memodifikasi desain yang ada tanpa harus mendesain ulang sebagian atau secara keseluruhan
2. Memiliki kemampuan animations, yaitu kemampuan untuk menganimasikan suatu file assembly mengenai jalannya suatu alat yang telah di-assembly dapat disimpan dalam tipe file-AVI
3. Memiliki kemampuan automatic create techical 2D drawing plus bill of material, serta tampilan shading pada layout
4. Adaptive yaitu kemampuan untuk menganalisa gesekan dari animasi suatu alat serta dapat menyesuaikan dengan sendirinya.
5. Material atau bahan yang memberikan tampilan suatu part nampak lebih nyata .
6. Kapasitas file yang lebih kecil.
Dari beberapa kelebihan tersebut maka pemakaian Autodesk Inventor sangat memberikan keuntungan dari segi efisiensi serta efektivitas waktu untuk produktvitas pekerjaan yang dilakukan, dengan demikian sangatlah tepat apabila dijadikan sebagai sarana pembelajaran mata diklat Menggambar Teknik Mesin dalam upaya meningkatkan hasil belajar peserta didik.
D. Teori belajar
Belajar adalah suatu proses aktif melalui suatu latihan yang berkaibat pada perubahan tingkat laku yang menuju kepada tujuan untuk memperoleh hasil yang terbaik. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai pengetahuan dan kecakapan dasar yang terlibat di dalam berbagai bidang studi, lebih luas lagi dalam berbagai aspek bidang kehidupan atau pengalaman yang terorganisir (Rusyan, 1994 ).
Belajar akan berjalan dengan baik apabila disertai dengan tujuan belajar, karena belajar itu merupakan suatu aktivitas yang dapat membawa perubahan tingkah laku bagi peserta didik. Dalam belajar tentu akan ditemukan hambatan-hambatan, hambatan-hambatan tersebut datangnya bisa dari peserta didik, lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan. Menurut Rochman Natawija (1985) bahwa faktor lingkungan sekolah yang kurang menunjang proses belajar seperti kurang memadainya cara mengajar , sikap guru, kurikulum atau materi ayang akan dipelajari, perlengkapan belajar , sistem administrasi, waktu belajar, situasi di sekolah dan sebagainya. Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu, guru diharapkan untuk secara terus menerus berupaya agar berhasil dalam mengajar seperti yang ditulis oleh Thomas F Staton (1986) agar berhasil , tiap-tiap kegiatan pengajaran harus merangkum enam langkah kegiatan pokok yaitu (1) motivasi belajar, (2) memelihara perhatian sepenuhnya, (3) memajukan kegiatan mental ,(4) menciptakan suatu bahan yang jelas dari bahan-bahan yang dipelajari, (5) mengembangkan pengertian tentang arti , penerapan praktis dari bahan yang disajikan dan (6) mengulang semua langkah agar semua tujuan tercapai.
Langkah-langkah tersebut diperkuat oleh pendapat Deporter, B dkk (2000) mengatakan bahwa pekerjaan membantu peserta didik belajar yaitu menciptakan lingkungan belajar , memotivasi peserta dan mengendalikan disiplin dan suasana belajar. Termasuk kegiatan ini antara lain menyediakan sumber belajar, merangsang kegiatan yang dilakukan pesertas didik , mengatur pengalokasian waktu , menyediakan tempat belajar, menyediakan peralatan mengajar dan mengatur pengelolaan kelas.
Pengertian belejar juga diperjelas oleh Nana Sujana (1988) mengatakan bahwa suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang , perubahan sebagai hasil dari proses belajar, dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk , seperti perubahan pengetahuan, perubahan sikap , tingkah laku, ketrampilan dan kemampuan serta aspek lain yang ada dalam individu yang belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas NY.Rostiyah. NR mengatakan bahwa tugas peserta didik atau siswa dalam belajar adalah “mengembangkan potensinya semaksimal mungkin sehingga tujuan tercapai dengan apa yang dicita-citakan dirinya”.

E. Hasil Belajar
Setiap macam kegiatan belajar akan menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu hasil belajar. Hasil belajar merupakan tingkah laku yang dimiliki peserta didik sebagai akibat dari proses belajar mengajar yang ditempuhnya di sekolah, keluarga maupun masyarakat.
Robert M Gagne dalam bukunya yang terkenal The Condition of Learning, mengelompokan tentang hasil belajar menjadi lima katagori , yaitu ketrampilan motorik, sikap, kemahiran intelektual, informasi verbal , dan pengaturan kegiatan intelektual. Kelima katagori tersebut di atas merupakan suatu proses belajar tersendiri, artinya setiap katagori berdiri sendiri dan berbeda sifatnya. Meskipun kerap terdapat hasil belajar dari suatu kelompok yang lain , midalnya dari kelompok belajar motorik terdapat hasil belajar dari kelompok belajar intelektual.
Di dalam proses belajar peserta didik harus mampu bergaul dengan lingkungan di sekitarnya, mengatur aktivitas intelektual, mampu mengungkapkan dan mempelajari pengetahuan melalui bahasa, membuat gerakan dan secara sadar dapat diterima atau menolak suatu hal berdasarkan penilaiannya terhadap hal tersebut.
Mengingat tujuan akhir yang dicapai dalam belajar adalah merubah tingkah laku seseorang pada langkah yang lebih maju sesuai dengan kemampuannya, maka diperlukan suatu strategi belajar yang mempunyai kerangka obyektif / tujuan khusus untuk mendapatkan hasil belajar yang terprogram.
Hasil belajar menurut Benyamin S. Bloom yang disebut taksonomi pendidikan , dibagi menjadi tiga klasifikasi atau domain, yaitu domain kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Domain kognitif meliputi tiga aspek berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Domain afektif mencakup tujuan yang berkaitan dengan sikap, nilai, minat dab apresiasi. Sedang domain psikomotor meliputi aspek ketrampilan motorik
Untuk dapat mengaktifkan peserta didik dalam proses belajar mengajar, maka ketiga domain tersebut di atas harus verjalan bersama-sama. Peserta didik hendaknya diusahakan setinggi mungkin dalam menyerap informasi-informasi baru dengan melibatkan langsung ke dalam struktur kognitif, sehingga dapat tercapai tingkat berpikir dan pembentukan sikapnya.












BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Salah satu tujuan penelitian ini dalah mengembangkan perangkat pembelajaran , sehingga jenis penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Pengembangan perangkat yang pembelajaran yang dilakukan meliputi : Rencana Pembelajaran, Lembar Kegiaan Siswa dan Media Pembelajaran yang meliputi Komputer dengan perangkal lunak Inventor , serta instrumen penilaian (Tes Hasil Belajar). Selajutnya perangkat pembelajaran yang dikembangkan diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran di laboratorium komputer.

B. Setting Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai minggu ke empat bulan April 2007 s.d. minggu ke dua bulan Mei 2007 selama kurang lebih tiga minggu , dan agar tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar reguler maka kegiatan penelitian dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar reguler mulai pukul 13.45 s.d. 17.15 Wib
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan April 2007 Mei 2007
23 - 28 30 1 - 5 7-12
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir

2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Adiwerna Jalan Raya II Po Box 24 Adiwerna 52194 Kabupaten Tegal .Adapun pertimbangan peneliti dalam menetapkan tempat uji coba penelitian ini adalah :
1. SMK Negeri 1 Adiwerna bersifat terbuka dalam upaya menerima inovasi pendidikan
2. Fasilitas pendukung pembelajaran di SMK Negeri 1 Adiwerna yang memadai , hal ini ditandai dengan adanya Laboratotium Komputer yang representatif.
3. Peneliti adalah guru mata diklat KKPI di SMK Negeri 1 Adiwerna untuk kelas II yang
tentunya sedikit banyak sudah memahami permasalahan subyek penelitian.

C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa SMK Kelas II , dengan pertimbangan :
1. Sudah menerima materi pembelajaran Mengambar Teknik Mesin pada waktu kelas I dengan metode konvesional
2. Sudah familier menggunakan komputer yang memadai, hal ini terkait dengan mata diklat ketrampilan komputer dan pengelolaan informasi (KKPI) yang sudah diterima siswa sejak kelas I semester gasal
Untuk uji coba menggunakan siswa kelas II Teknik Pemesinan-1 SMK Negeri 1 Adiwerna pada semester genap tahun diklat 2006/2007 sebanyak 35 siswa.

NO NOMOR NAMA SISWA
INDUK
1 05. 8575 A. MAULANA GUNAWAN
2 05. 8576 ABDUL ROSID
3 05. 8577 ACHMAD GHOZALI
4 05. 8578 ACHMAD NOVEL FEBRIAN
5 05. 8579 AJI SETIAWAN
6 05. 8580 AKHMAD MUFASIRIN
7 05. 8581 ALI MAKHFUDIN
8 05. 8582 ALI SAKHRONI
9 05. 8583 ARIS MUNANDAR
10 05. 8584 BAMBANG YOGA PRASTIO
11 05. 8585 BAYU MUJI PURNOMO
12 05. 8586 CANDRA WIJAYA
13 05. 8587 DANU SISWORO
14 05. 8588 DIAN JUNI KURNIADI
15 05. 8589 HATTA MADINA
16 05. 8590 ISMAIL
17 05. 8591 JAYANTO
18 05. 8592 KARTONO
19 05. 8593 KHAFID ULUL FADLI
20 05. 8594 MASRUKHIN
21 05. 8595 MOH. AMINUDIN
22 05. 8596 MOH. NIZAR
23 05. 8597 MUKHTAROM
24 05. 8598 NOVIANDRI BUDI RAHARJO
25 05. 8599 REIZ RANGGA PANDITA A.
26 05. 8600 RIFKI AYATUROHMAN
27 05. 8601 RUDI
28 05. 8602 SUHARNO
29 05. 8603 SAM KHAERUL ANAM
30 05. 8604 SATRIYA DWI ARTA
31 05. 8605 SONY RIYADI
32 05. 8606 SUCIPTO
33 05. 8607 SUPRIYADI
34 05. 8608 WAHID NURSIDIK
35 05. 8609 WARNOTO

D. Sumber Data
1. Hasil penilaian pekerjaan siswa dengan pengerjaan secara konvensional untuk kompetensi Ball Valve dan sub kompetensi Ball Seal , Ball, O-ring, Washer, Shaft, Nut Seal, Nut, Handle, Handle Hose, Cover dan Housing
2. Hasil pengamatan kinerja pembelajaran yang meliputi sarana , materi pembelajaran dan performen guru/intruktur
3. Hasil penilaian pekerjaan siswa dengan pengerjaan menggunakan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor untuk kompetensi dan sub kompetensi yang sama dengan pengerjaan dengan merode konvensional

E. Indikator Kinerja
1. Daya serap perseorangan
Untuk mata diklat program produktif , seorang siswa dikatakan tuntas belajar apabila telah memperoleh nilai sekurang-kurangnya 7,0 atau mencapai skor 70%
2. Daya serap klasikal
Untuk mata diklat program produktif , suatu kelas disebut telah tuntas belajar jika kelas tersebut telah mencapai 85% dari jumlah siswa di kelas tersebut, dan telah mencapai daya serap perseorangan 70%

F. Prosedur Penelitian
1. Penelitian Awal
Penelitian awal dilakukan dengan cara membandingkan hasil penilaian pekerjaan siswa yang dilakukan secara konvensional (belum menggunakan media komputer)

2. Penelitian Utama
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan lama siklus diperlukan dua siklus

SIKLUS I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan tindakan ini peneliti mengadakan identifikasi tindakan diantaranya :
1. Menentukan kompetensi dasar yang akan disampaikan
2. Merencanakan pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran
3. Menyusun skenario pembelajaran dengan durasi 6 kali pertemuan (@ 3,5 jam / 60 menit)
4. Menyiapkan sumber belajar
5. Menyusun pokok-pokok masalah yang harus didiskusikan
6. Menyusun format evaluasi pengamatan guna mengetahui respon siswa
7. Menyusun kelompok siswa berdasarkan nomor urut absen, dengan 1 kelompok 2 siswa ( 1 komputer untuk 2 siswa)
8. Menyiapkan perangkat komputer dengan software Autodesk Inventor dengan sistem LAN (on-line) sejumlah kebutuhan siswa
9. Merundingkan pemakaian laboratorium komputer dengan pengelola Lab sebagai tempat pelaksanaan

b. Tindakan
Menerapkan tindakan sesuai skenario pembelajaran , diantaranya :
1. Pedoman Guru
 Membuka pertemuan
 Mengabsen kehadiran siswa
 Mengatur tempat duduk siswa
 Memberikan apresiasi tentang materi yang akan disampaikan
 Menyampaikan materi pembelajaran dengan pengaturan per pertemuan :

Tabel 2. Jadwal Materi Pembelajaran
Pertemuan Kompetensi Sub Kompetensi
1 Pengantar Sekilas tentang Autodesk Inventor ,Konfigurasi Hardware serta Software pendukung ,Software
Memulai Autodes Inventor Getting Started, New, Open, Project, Membuat File Baru, User Interface, Dekstop Browser, karware, Keyboard, Mouse, Scroll Mouese, Dgitizer
2 Desgn Sketch, Constraints and Dimension Sktech and Part Application Options, Sktech Options, Unit, Templates, Pembuatan Sktech 2D, Sktech Tools, Pemberian Constraint pada Sktech, Type Constraint, memberikan perintah Constraint, Menampilkan dan menghapus Constraint, SNAPS, General Dimension
3. Desgn Sketch, Constraints and Dimension Dimensi pada Garis, Dimensi pada sebuah Sudut, Dimensi Busur dan lingkaran, Dimensi Diameter, memasukkan dan mengedit nilai dimensi
Create and Edting Sketch Feature Menampilkan sebuah model dari Viewport yang berbeda, Pandangan isometri, Camera View,
4. Create and Edting Sketch Feature View Tools, Zoom All, Zoom Windows, Zoom In-Out, Pan View, Zoom Selected, Dynamic Rotate, Look At, Common View, Pengertian Featrure, Penggunaan Dekstop Browser, Swiching Enviroments, Featrue Tools, Extrude, Shape, More, Revolve, Rib.
5. Sheet Metal Part Membuat Part Sheet Metal, Sheet Metal Tool, Sheet Metal Styles, Contour Flange
Automatic Create 2D Drawing Drawing Option, Membuat Border, Default Title Block
6. Automatic Create 2D Drawing Drafting Standart , Base View, Section View
Assembly Assembly Constrain, Assembly Tab , Tranformation
 Menutup pertemuan
2. Pedoman Siswa
 Berkelompok menurut kelompok yang sudah ditetapkan
 Memperhatikan penyampaian materi yang dismpaikan guru
 Mendiskusikan setiap masalah yang diberikan dengan guru atau sesama siswa
 Mempraktekan materi yang disampaikan guru
c. Pengamatan
1. Mengamati proses pembelajaran dengan mengisi lembar obsevasi situasi kelas (dilakukan bersama kolaborator)
2. Mengamati Kinerja siswa dalam mengerjakan tugas latihan
3. Mengamati respon siswa terhadap penggunaan media komputer
d. Refleksi
1. Melakukan evaluasi tindakan siklus 1
2. Mendiskusikan hasil evaluasi siklus 1 dengan kolaborator
3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada siklus berikutnya

SIKLUS II
a. Perencanaan
 Identifikasi masalah pada siklus 1
 Penyusunan kelompok diskusi oleh guru dan kolaborator berdasarkan hasil evaluasi siklus 1 dengan menyebar siswa pandai dan aktif secara acak (tidak berdasarkan urut absen)
 Penyiapan tempat duduk siswa dengan mengabaikan urut absen akan tetapi berdasarkan sebaran kepandaian dan keaktifan siswa, dengan penggunaan komputer 1 komputer untuk 1 siswa
 Penyiapan job sheet / LKS beserta perhitungan waktu pengerjaannya
 Pengembangan program tindakan siklus 2 dengan menyusun format evaluasi penilaian pengerjaan setiap item
b. Tindakan
1. Pedoman Guru
• Membuka pertemuan
• Mengabsen kehadiran siswa
• Memberikan apresiasi tentang materi pembelajaran
• Mengantur tempat duduk siswa sesuai dengan perencanaan
• Membagi job sheet / LKS yang sudah disiapkan
• Memberitahukan pada siswa tentang durasi waktu pengerjaan
• Memberi kesempatan ada siswa untuk mengerjakan job sheet / LKS
2. Pedoman Siswa
• Menempati tempat duduk sesuai dengan yang sudah ditentukan oleh guru
• Memperhatikan penjelasan guru
• Menerima job sheet / LKS dan menelitinya
• Mengerjakan job sheet untuk item 1 s.d. 11
c. Pengamatan
1. Mengamati proses pembelajaran dengan mengisi lembar observasi situasi kelas (dilakukan bersama kolaborator)
2. Mengadakan penilaian hasil pekerjaan siswa melalui komputer server
3. Mengadakan peng-skoran hasil penilaian setiap siswa

d. Refleksi
1. Melakukan evaluasi tindakan siklus 2
2. Mendiskusikan hasil evaluasi siklus 2 dengan kolaborator
3. Mengambil kesimpulan dari hasil penilitian yang meliputi penelitian awal dan penelitian utama (siklus 1 dan siklus 2)





BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Penelitian Awal
Pada penelitian awal telah dilakukan pengambilan nilai hasil pekerjaan siswa yang telah dikerjakan dengan metode konvensional sebagaiamana ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Nilai hasil pekerjaan siswa dengan metode konvensional
No. Rentang Nilai Jumlah Persentase Keterangan
1. < 70 24 68,57 % Tidak tuntas
2. 70 – 79 8 22,85 % Tuntas
3.  80 3 8,68 % Tuntas
Jumlah 35 100 % Ketuntasan secara klasikal 31,53 %

Gambar 1. Nilai hasil ulangan dengan metode konvensional


2. Penelitian Utama
Penelitian utama dilaksanakan dengan menggunakan dua siklus tindakan dengan hasil tindakan berupa hasil pengamatan dan hasil penilaian pekerjaan :
SIKLUS I
Hasil pengamatan selama kegiatan pembelajaran materi tentang Autodesk Inventor yang diikuti oleh 35 siswa selama 6 kali pertemuan telah diperoleh hasil data seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 di bawah ini :

Tabel 4. Hasil pengamatan kegiatan pembelajaran

No
Pernyataan Jumlah alternatif jawaban
SB B CB KB Jumlah
A. Sarana
1 Persiapan pengadaan Sarana 2 19 11 3 35
2 Jumlah Sarana yang tersedia 0 8 23 4 35
3 Kondisi sarana yang tersedia 4 18 8 5 35
B. Materi Pembelajaran
1 Persiapan pengadaan materi 6 21 5 3 35
2 Kelayakan materi 4 26 5 0 35
3 Keterkaitan mengikuti perkembangan teknologi 17 18 0 0 35
C. Guru / Instruktur
1 Penguasaan materi pembelajaran 0 12 14 9 35
2 Metode yang digunakan 0 16 13 7 35
3 Penampilan dalam menyampaikan 9 13 13 0 35
Keterangan : SB=sangan baik, B=baik, CB=cukup baik, KB=kurang baik

SIKLUS II
Hasil penilaian pekerjaan dari job sheet dengan 11 item tugas yang diberikan kepada 35 siswa yang dikerjakan selama 3 kali pertemuan @ 3,5 jam / 60 menit dengan media komputer perangkat lunak Autodesk Inventor telah diperoleh data sebagaimana dutunjukkan pada tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Hasil penilaian pekerjaan siswa dengan media komputer perangkat lunak Autodesk
Inventor
No. Rentang Nilai Jumlah Persentase Keterangan
1. < 70 5 14,29 % Tidak tuntas
2. 70 – 79 21 60,00 % Tuntas
3.  80 9 25,71 % Tuntas
Jumlah 35 100 % Ketuntasan secara klasikal 85,71 %
Gambar 2. Hasil penilaian pekerjaan dengan media kompouter


B. Pembahasan
1. Penelitian Awal
Penelitian awal dilakukan dengan mengambil hasil pekerjaan siswa yang dilakukan dengan metode konvensional yaitu metode dimana siswa dalam mengerjakan dengan menggunakan alat bantu tulis, yang meliputi pensil , mistar lurus, mistar segita, mistar busur , mal , penghapus dan alat tulis tinta.Dengan menggunakan peralatan tersebut menjadikan siswa merasa tidak leluasa di dalam menerapkan ketentuan teknis menggambar, sehingga proses pengerjaan memerlukan waktu yang relatif lebih lama dan hasil pengerjaan juga memungkikan tidak akurat baik dalam ukuran maupun dalam mengaplikasikan ketentuan teknis menggambar.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dilihat dari data penilaian hasil pekerjaan , untuk mengerjakan job sheet sebanyak 11 item dengan durasi waktu 3 kali pertemuan @ 3,5 jam / 60 menit ternyata dari 35 siswa yang tuntas belajar hanya 11 siswa dengan kata lain ketuntasan belajar secara klasikal hanya 31,53 %.

2. Penelitian Utama
SIKLUS I
Mengingat materi/komptensi penggunaan media komputer dengan perangkat lunask Autodesk Inventor belum pernah diterima oleh siswa , karena materi/perangkat lunak tersebut termasuk baru, maka pelaksanaan penilitian pada siklus 1 dilakukan dengan kegiatan pembelajaran dengan materi perangkat lunak Inventor.
Karena sebagai prasyarat telah dipenuhi yaitu siswa sudah pernah menerima pembelajaran tentang komputer pada mata diklat ketrampilan komputer dan pengelolaan informasi (KKPI) yang diterima sejak kelas I semester gasal maka untuk mempelajari/menerima materi tentang Autodesk Inventor diharapkan tidak banyak mengalami kendala.
Pembelajaran dilaksanakan selama 6 kali pertemuan @ 3,5 jam / 60 menit dengan dipandu oleh 2 guru/instruktur, 1 orang sebagai guru/instruktur utama dan 1 orang sebagai guru/instruktur pendamping sekaligus sebagai kolaborator dengan metode gabungan antara ceramah, demonstrsi dan penugasan. Pada metode ceramah, guru utama memberi penjelasan tentang materi pembelajaran kurang lebih 30 menit pada setiap awal pertemuan, selanjutnya metode demonstrasi dilakukan dengan media komputer (server) dan LCD, dimana guru utama mendemonstrasikan cara-cara kerja setiap sub kompetensi dan diikuti oleh siswa untuk mencobanya pada komputer masing-masing sedang guru pendamping mengamati kinerja sekaligus memberi arakhan pada siswa . Adapun meotde penugasan dilaksanakan dengan cara siswa diberi tugas berupa job sheet latihan yang sudah disiapkan dengan pengamatan dan bantuan penyelesaian hambatan oleh guru utama dan guru pendamping.
Pada pertemuan terakhir (pertemuan ke enam) hasil pekerjaan siswa diprint-out di atas kertas ukuran A4 sebanyak rangkap dua untuk masing-masing item, 1 set untuk siswa dan 1 set untuk guru. Selanjutnya setiap siswa diberi angket untuk diisi dengan materi angket hasil pelaksanaan selama pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penggunaan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor untuk menyelesaikan pekerjaan menggambar teknik.
Berdasarkan angket yang diisi oleh siswa (sebagaimana pada tabel 4) maka dapat diketahui :
1. Sarana
Persiapan pengadaan sarana telah dipilih dengan katagori B (baik) sebanyak 19 siswa (di atas 50 persen) ini menunjukkan bahwa secara umum permasalahan persiapan sudah baik. Sedangkan dari 35 siswa yang telah memilih anternatif jawaban katagori CB (cukup baik) untuk masalah jumlah sarana sebanyak 23 siswa, hal tersebut menjadi pemikiran bagi sekolah bagaimana upaya sekolah untuk memberi pelayanan yang terbaik kepada pelanggan internal (siswa) pada masa-masa yang akan datang, walaupun kondisi sekarang sudah dirasa cukup dengan jumlah komputer sebanyak 20 set yang dipakai untuk 35 siswa, rata-rata 1 komputer digunakan untuk 2 siswa.
Adapun untuk permaslahan kondisi komputer , sebanyak 18 siswa memilih alternatif jawaban katagori B (baik), hal tersebut menunjukkan bahwa komputer yang tersedia di laboratorium komputer SMK Negeri 1 Adiwerna sudah memadai, dari 20 komputer yang ada 12 komputer diantaranya dengan spech pentium IV dan 8 komputer pentium III sehingga untuk pengoperasian perangkat lunak Autodesk Inventor cukup membantu.

2. Materi Pembelajaran
Dari persiapan , kelayakan dan keterkaitan dengan perkembangan teknologi sebagian besar siswa memilih alternatif jawaban katagori B(baik), masing-masing 21-26-18 , hal terbut menunjukkan siswa memberi respon positip terhadap keberadaan media komputer dengan perangkat autodesk Inventor untuk menunjang pembelajaran menggambar teknik mesin.

3. Guru/Instruktur
Apabila dilihat dari jumlah siswa yang memilih alternatif jawaban untuk performan guru/instruktur sebagaimana pada tabel 4, yaitu sebagian besar memilih katagori CB(cukup baik), hal tersbut menunjukkan bahwa guru/instruktur perlu meningkatkan performannya yang meliputi penguasaan materi, pemilihan metode dan penampilan. Hal tersebut cukup dimaklumi karena materi perangkat lunak Autodesk Inventor termasuk perangkat lunak baru sehingga masih belum banyak guru bidang keahlian teknik mesin yang belum menguasai secara optimal, dan menjadi tantangan bagi guru agar memiliki kemauan secara berkesinambungan untuk mengupayakan optiimalisasi baik secara otodidak maupun dengan mengikuti diklat/penataran.

SIKLUS II
Pada siklus 2 , penelitian dilakukan dengan cara mengadakan evaluasi tentang pemahaman materi aplikasi perangkat lunak Autodesk Inventor melalui penugasan.
Penugasan dilakukan dengan memberi job sheet yang terdiri atas 11 item pada siswa untuk dikerjakan dengan durasi waktu sama dengan pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dengan metode konvensional , yaitu selama 3 kali pertemuan @ 3,5 jam / 60 menit.

Dengan materi dan durasi waktu yang sama , ternyata hasil penilaian pekerjaan siswa dengan menggunakan media komputer dengan perangkat lunak Autodesk Inventor terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Hal tersebut dapat dutunjukkan dari tabel 5, dimana jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas 70 sebagai batas ketuntasan belajar sebanyak 30 siswa dengan ketuntasan belajar secara klasikal sebanyak 85,71% (melebihi batas tuntas belajar klasikal ).
Dari perbandingan tersebut di atas , sebagaimana ditunjukkan pada tabel 6 , maka dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengelola SMKN 1 Adiwerna khsusnya guru menggambar teknik untuk sudah saatnya meninggalkan metode konvensional dan beralih ke metode teknologi komputer dengan konsekuensi-konesekuensi yang ada.

Gambar 3. Perbandingan nilai pekerjaan siswa metode konvensional dan metode dengan
Media komputer




BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Mencermati hasil dari penelitian awal dan penelitian utama maka dapat diambil simpulan asaran sebagai berikut

A. Simpulan
1. Pembelajaran mata diklat menggambar teknik mesin dengan media komputer perangkat lunak Autodesk Inventor lebih memungkinkan untuk dapat berlangsung dengan tertib dan lancar
2. Siswa lebih memberikan respon positip terhadap pembelajaran mata diklat menggambar teknik mesin dengan media komputer dari pada secara konvensional
3. Hasil belajar mata diklat menggambar teknik mesin program keahlian teknik pemesinan di SMK Negeri 1 Adiwerna dengan media komputer lebih baik jika dibandingkan dengan metode konvensional
4. Pembelajaran mata diklat menggambar teknik mesin dengan media komputer terkendala oleh kesiapan sarana dan kompetensi guru

B. Saran
1. Untuk Guru
a. Agar dapat meningkatkan kompetensi Autodeks Inventor baik melalui penataran maupun desiminasi dari sesama guru yang terlebih dahulu menguasai
b. Agar dapat melakukan inovasi pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar siswa
c. Mengembangkan metode pembelajaran yang lebih menarik untuk dapat memberi motivasi kepada siswa dalam meningkatkan prestasi hasil belajar
2. Untuk Sekolah
a. Memberikan fasilitas atau kesempatan kepada guru untuk meningkatkan penguasaan kompetensi Autodesk Inventor dengan mengikuti pelatihan atau penataran
b. Memberikan motivasi kepada guru untuk dapat melakukan inovasi pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar siswa
c. Mengupayakan pemenuhan sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan prestasi hasil belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas ,2003, Standart Kompetensi Kurikulum 2004, jakarta
Depdiknas, 2003, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Kurikulum 2004, Jakarta
Depdiknas, 2003, Undang-Undang Nomor 20 Sisdiknas, Jakarta
Deny Setaiawan, 2003, Komputer dan Media Pembelajaran ,Jakarta
Mayer & Moreno, 2004, Seminar E-Learning, jakarta, 1-2 Desember 2004
Rohadi, Aristo; 2003, Media Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
Sadiman, Arif, dkk ; 1993, Media Pendidikan , PT.Raja Gratmido Persada, Jakarta
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai; 1989, Media Pengajaran, Penerbit Sinar Baru, Bandung
Oemar Hamalik, 1989, Komputerisasi Pendidikan Nasional, Mandar Maju, Bandung
Soekartawi, 2003, Seminar Nsional Manajemen Pendidikan E-learning, Jakarta
Sugiyarto Triwibowo , 2007, Modul Inventor 10, PPGT/VEDC, Malang
M. Subana, Sudrajat ,2005, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Penerbit Pustaka Setia,
Bandung
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Permohonan ijin PTK kepada Kepala Sekolah
2. Ijin penelitian dari kepala sekolah
3. Permohonan kesedian kolaborator
4. Pernyataan kesediaan kolaborator
5. Jurnal kegiatan PTK
6. Instrumen pengamatan
7. Daftar nilai
8. Foto doumentasi pelaksanaan

MEWUJUDKAN SEKOLAH MANDIRI

PENDAHULUAN

A. Later Belakang

Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air , hal ini terjadii karena sistem birokrasi selalu menempatkan "kekuasaan" sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan.

Indikator dari keterpurukan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari Humman Development Index (HDI) , dari data UNESCO yang disurvey 174 negara di Dunia, Indonesia menempati urutan di atas 100 berdasarkan kualiatas pendidikannya

Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi yang "menggurita" sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era desentralisasi ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang "dikendalikan". Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang "pasti" tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah. Oleh karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Kekuasaan birokrasi persekolahan telah membuat sistem pendidikan kita tak pernah terhenti dari keterpurukan.

Kekuasaan birokrasi jugalah yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiiiki oleh masyarakat, dan rnerekalah yang membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu. Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu. Namun, keluarnya Inpres SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem pendidikan, terutama sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah mengambil alih "kepemilikan" sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak itu, secara perlahan "rasa memiliki" dari masyarakat terhadap sekolah menjadi pudar bahkan akhirnya menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya "bertanggungjawab", mulai berubah menjadi hanya "berpartisipasi" terhadap pendidikan, selanjutnya, masyarakat bahkan menjadi "asing" terhadap sekolah. Semua sumberdaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah dan seolah tidak ada alasan bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi apalagi bertanggungjawab terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah.

Permasalahan selanjutnya adalah di era seperti sekarang ini, dimana kondisi keuangan negara sudah tidak bisa lagi menjadi tumpuan untuk dapat memberikan subsidi yang memadai untuk keberlangsungan proses kegiatan di sekolah, maka sekolah dituntut untuk melakukan suatu upaya memberdayakan semua elemen sekolah beserta stakeholder guna mewujudkan sekolah yang mandiri

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan : “ Dengan upaya apakah untuk dapat mewujudkan sekolah yang mandiri ?”

C. Tujuan Penulisan

Dari latar belakang tersebut di atas, maka penyusunan makalah ini secara umum bertujuan untuk memaparkan sedikit hal tentang bagaimana mewujudkan sekolah yang mandiri, adapun secara khusus dari penulisan makalah ini adalah :

  1. memaparkan hal-hal tentang mengapa sekolah perlu mandiri
  2. memberikan asumsi tentang upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sekolah yang mandiri

D. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup penyusunan makalah ini adalah meliputi :

BAB I, Pendahuluan yang meliputi Latar belakang, tujuan dan ruang lingkup penulisan makalah.

BAB II, Pembahasan yang memuat tentang hal-hal yang terkait dengan upaya menuju sekolah mandiri yang meliputi : Hakekat Sekolah Yang Mandiri,. Pengelolaan Pendidikan Pada Tingkat Sekolah, Kepemimpinan Kepala Sekolah, . dan Pemberdayaan Komite Sekolah.

BAB III, Penutup yang memuat tentang kesimpulan dan saran dari hasil pemaparan tentang upaya mewujudkan sekolah yang mandiri

MENUJU SEKOLAH MANDIRI

A. Manajemen Berbasis Sekolah

Pergeseran paradigma pengelolaan pendidikan dasar dan menengah telah tercermin daiam visi pembangunan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN (1999): * mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yung benahlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cendas, sehat, disiplin, bertanggungjawab, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi Amanat GBHN ini menyiratkan suatu kekhawatiran yang mendalam dari berbagai komponen bangsa terhadap prestasi sistem pendidikan nasional yang kini tampak mulai menurun dalam mepersiapkan SDM yang tangguh dan mampu bersaing di era tanpa batas ke depan.

Manajemen Berbasis Sekolah ( School-Based Management ) : merupakan sistem yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi sekolah untuk mengatur kehidupan sekolah sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan sekolah (Satori, 2001:4)

Manajemen berbasis sekolah (MBS) memang bisa disebut suatu pergeseran paradigma dalam . pengelolaan pendidikan, namun, tidak berarti paradigma ini "baru" sama sekali, karena pernah kita miliki sebelum Inpres No. 10/1973. Sekolah-sekolah dikelola secara mikro dengan sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelola dan pelaksana pendidikan pada setiap sekolah yang juga tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakatnya. MBS bermaksud "mengembalikan" sekolah kepada pemiliknya yaitu masyarakat, yang diharapkan akan merasa bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah;

Dengan demikian merekalah yang seharusnya menjadi pelaku utama dalam membangun pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakatnya. Hanya kepala sekolah yang paling mengetahui apakah guru bekerja baik, apakah buku-buku kurang, apakah perpustakaan digunakan, apakah sarana pendidikan masih layak pakai, dan sebagainya. Kepala sekolah dapat "berunding" dengan disyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan pendidikan bersama-sama termasuk mengatasi kekurangan sarana-prasarana pendidikan.

Di sisi lain, hanya guru-gurulah yang paling memahami, mengapa prestasi belajar murid-muridnya menurun, mengapa sebagian murid bolos atau putus sekolah, metoda mengajar apakah yang efektif, apakah kurikulumnya dapat dilaksanakan, dan sebagainya. Guru-guru bersama kepala sekolah dapat bekerjaoama untuk memecahkan masalah-masalah yang menyangkut proses pembelajaran tersebut. Untuk itu kepala sekolah dan guru-guru harus dikembangkan kemampuannya dalam melakukan kajian serta analisis agar semakin peka terhadap dan memahami dengan cepat cara-cara pemecahan masalah pendidikan di sekolahnya masing-masing.

Dengan MBS, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumberdaya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi ke tingkat pusat yang "jauh panggang dari api" itu. Tugas pemerintah (pusat dan daerah) adalah memberikan fasilitasi dan bantuan pada saat sekolah dan masyarakat menemui jalan buntu dalam suatu pemecahan masalah. Fasilitasi ini mungkin berbentuk capacity building, bantuan teknis pembelajaran atau manajemen sekolah, subsidi bantuan sumberdaye pendidikan, serta kurikulum nasional dan pengendalian mutu pendidikan baik tingkatan daerah maupun nasional. Agar dapat memberikan fasilitasi secara obyektif, pemerintah perlu didukung oleh sistem pendataan dan pemetaan mutu pendidikan yang handal dan terbakukan secara nasional.

B. Hakekat Sekolah Mandiri

Paradigma MBS beranggapan bahwa, satu-satunya jalan masuk yang terdekat mrnuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pembayar pendidikan, baik melalui uang sekolah maupun pajak, sehingga sekolah-sekolah seharusnya bertanggungjawab terhadap masyarakat.

Namun demikian, entitas yang disebut "masyarakat" itu sangat kompleks dan tak berbatas (borderless) sehingga sangat sulit bagi sekolah untuk berinteraksi dengan masyarakat sebagai Stakeholder pendidikan. Untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah, konsep masyarakat itu perlu disederhanakan (simplified) agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan hubungan dengan masyarakat itu.

Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan melalui "perwakilan" fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk Komite Sekolah (KS) pada setiap sekolah dan Dewan Pendidikan (DP) di setiap kabupaten/kota. DP-KS sedapat mungkin bisa merepresentasikan keragaman yang ada agar benar-benar dapat mewakili masyarakat. Dengan demikian, interaksi antara sekolah dan masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme pengambilan keputusan antar sekolah dengan Komite Sekolah, dan interaksi antara para pejabat pendidikan dii pemerintah kabupaten/kota dengan Dewan Pendidikan. Bukti tanggungjawab masyarakat terhadap pendidikan diwujudkan dalam fungsi yang melekat pada DP dan KS, yaitu fungsi pemberi pertimbangan dalam pengambilan keputusan, fungsi kontrol dan akuntabilitas publik, fungsi pendukungan (supports), serta fungsi mediator antara sekolah dengan masyarakat yang diwakilinya. Kemandirian setiap satuan pendidikan adalah salah satu sasaran dari kebijakan desentralisasi pendidikan sehingga sekolah menjadi lembaga yang otonom dengan sendirinya. Namun tentu saja, pergeseran menuju sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan tonggak dan duri. Orang bisa. saja rnengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang jelas dan transparan.

Dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Melalui strategii "desentralisasi pemerintahan di bidang pendidikan", Depdiknas tidak hanya berkepentingan dalam mengembangkan kabupaten/kota dalam mengelola pendidikan, tetapi juga berkepentingan dalam mewujudkan otonomi satuan- pendidikan, Depdiknas memiliki keleluasaan untuk membangun kapasitas setiap penyelenggara pendidikan, yaitu sekolah-sekolah. MBS mengembangkan satuan-satuan pendidikan secara otonom karena mereka adalah pihak yang paling mengetahui operasional pendidikan. Sesuai dengan stratogi ini sekolah bukan bawahan dari birokrasi pemerintah daerah, tetapi sebagai lembaga profesional yang bertanggung jawab terhadap klien atau stakeholder yang diwakili oleh Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.

Keberhasilan pendidikan di sekolah tidak diukur dari pendapat para birokrat, tetapi dari kepuasan masyarakat atau stakeholder. Fungsi pemerintah adalah fasilitator untuk mendorong sekolah-sekolah agar berkembang menjadi lembaga profesional dan otonom sehingga mutu pelayanan mereka memberi kepuasan terhadap komunitas basisnya, yaitu masyarakat.

Perlu juga difahami bahwa pengembangan paradigma MBS, bukanlah kelanjutan apalagi "kemasan baru" dari Badan Pembantu Pelaksanaan Pendidikan (BP3). Adalah keliru jika Komite Sekolah adalah alat untuk "penarikan iuran", karena "penarikan iuran" yang dilakukan oleh BP3 terbukti tidak berhasil memobilisasi partisipasi dan tanggungjawab masyarakat. Tetapi yang harus lebih difahami adalah fungsi Komite Sekolah sebagai jembatan antara sekolah dan masyarakat. Sekolah yang hanya terbatas personalianya, akan sangat dibantu jika dibuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk ikut memikirkan pendidikan di sekolah. Sekolah yang sangat tertutup bagi kontribusi pemikiran dari masyarakat harus kita akhiri, dan dengan MBS, dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut serta memikirkan pendidikan di sekolah.

Dengan konsep MBS, masyarakat akan merasa memiliki dan mereka akan merasa bertanggungjawab untuk keberhasilan pendidikan di dalamnya. Jika ini dapat diwujudkan, jangankan "iuran" bahkan apapun yang mereka miliki (uang, barang, tenaga, fikiran bahkan kesempatan), akan mereka abdikan untuk kepentingan pendidikan anak-anak bangsa yang berlangsung di sekolah. Namun untuk sampai pada kemampuan untuk mengurus dan mengatur penyelenggaraan pendidikan di setiap satuan pendidikan, diperlukan program yang sistematis dengan melakukan "capacity building. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan setiap satuan pendidikan secara berkelanjutan baik untuk melaksanakan peran-peran manajemen pendidikan maupun peran-peran pembelajaran, sesuai dengan butir-butir yang disebut di atas. Namun, kegiatan 'capacity building* tersebut perlu dilakukan secara sistematis melalui pentahapan, sehingga menjadi proses yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga arahnya menjadi jelas (straight foreward) dan terukur (measurable).

C. Pengelolaan Pendidikan pada tingkat Sekolah

Peran dan fungsi Komite Sekolah tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan manajemen pendidikan di tingkat sekolah. Beberapa aspek manajemen yang secara langsung dapat diserahkan sebagai urusan yang menjadi kevvenangan tingkat sekolah adalah sebagai berikut.

Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuah, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Urusan ini amat penting sebagai modal dasar yang harus dimiliki sekolah. Setiap sekolah seyogyanya telah dapat menyusun dan menetapkan sendiri visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah. Ini merupakan bukti kemandirian awal yang harus ditunjukkan oleh sekolah. Jika masa lalu sekolah lebih dipandang sebagai lembaga birokrasi yang selalu menunggu perintah dan petunjuk dari atas, dalam era otonomi daerah ini sekolah harus telah memiiiki kesadaran untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Sudah barang tentu, sekolah harus menjalin kerjasama sebaik mungkin dengan orangtua dan masyarakat sebagai mitra kerjanya. Bahkan dalam menyusun program kerjanya, sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi, misi, strategi, dan tujuan sekolah tersebut, orangtua dan masyarakat yang tergabung dalam Komite Sekolah, serta seluruh warga sekolah harus dilibatkan secara aktif dalam menyusun program kerja sekolah, dan sekaligus lengkap dengan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)

Kedua, memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tesedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga administrasi yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung yang dimilikinya, sekolah secara bertanggung jawab harus dapat menentukan sendiri jumlah siswa yang akan diterima, syarat siswa yang akan diterima, dan persyaratan lain yang terkait. Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten / kota perlu mendapatkan pertimbangan secara bijak.

Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang akan diadakan dan dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusannya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah. Kurikulum muatan lokal, misalnya dalam mengambil kebijakan untuk menambah mata pelajaran seperti Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya, komputer, dsb. Sudah barang tentu, kebijakan itu diambil setelah meminta pertimbangan dari Komite Sekolah, termasuk resiko anggaran yang diperlukan untuk itu. Dalam kaitannya dengan penetapan kegiatan ekstrakurikuler, sekolah juga harus meminta pendapat siswa dalam menentukan kegiatan ekstrakurikuler yang akan diadakan oleh sekolah. Oleh karena itu sekolah dapat melakukan pengelolaan biaya operasional sekolah, baik yang bersumber dari pemerintah Kabupaten/Kota maupun dari masyarakat secara mandiri. Untuk mendukung program sekolah yang telah disepakati oleh Komite Sekolah diperlukan ketepatan waktu dalam pencairan dana dari pemerintah kabupaten/kota. Oleh kaarena itu praktik birokrasi yang menghambat kegiatan sekolah harus dikurangi.

Keempat, pengadaan sarana dan prasana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak seenaknya diganti setiap tahun oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli oleh sekolah adalah yang telah lulus penilaian, dan sebagainya. Pemilihan dan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan oleh sekolah, dengan tetap mengacu kepada standar dan pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau provinsi dan kabupaten/kota.

Kelima, penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah, provinsi, dan kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena kewenangan penghapusan itu tidak jelas, barang dan jasa yang ada di sekolah justru tidak pernah dihapuskan, meskipun ternyata barang dan jasa itu sama sekali telah tidak berfungsi atau malah telah tidak ada barangnya.

Keenam, proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. Kepala Sekolah dan guru secara bersama-sama merancang proses pengajaran dan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan lancar dan berhasil. Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh sekolah.

Ketujuh, urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenagan setiap satuan pendidikan.

D. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Untuk mewujudkan sekolah yang mandiri, kepemimpinan kepala sekolah perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional , sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan , dan pengawasan

Dari segi kepemimpinan , seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didfinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa , pegawai, orangtua siswa, masyarakat dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah (Bambang BW, 2000 : 7)

Untuk mewujudkan sekolah yang mandiri, kepala sekolah sebagai pemegang kendali tidak layak lagi untuk takut mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya, pengalaman kepala sekolah yang bersifat top down seharusnya segera ditinggalkan. Gaya kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down memang telah lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah ketika era sentralistik masih berlangsung.

Beberapa fenomena persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan yang isntruktif dan top down dapat disebutkan antara lain , sistem target pencapaian kurikulum , formula kelulusan siswa, dan adanya desain suatu proyek peningkatan kualitas sekolah yang harus dikaitkan dengan peningkatan hasil Ujian Nasional (UN) secara instruktif. Keadaan tersebut berakibat pada terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan juklak dan juknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaharuan dan inovasi.

Keadaan tersebut pernah penulis alami ketika harus melakukan desiminasi Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) di sekolah-sekolah sebagai tindak lanjut hasil kegiatan pendidikan dan pelatihan Penulisan Karya Tulis Ilmiah yang penulis ikuti di P4TK Bandung. Kepala sekolah yang mengadopsi kepemimpinan instruksi-otoritarian tidak selalu bisa memberi peluang kepada penulis untuk mengajak para guru melakukan Penelitian Tindakan Kelas di kelasnya, dengan alasan kegiatan penelitian kelas itu akan mengganggu pencapaian target kurikulum yang telah dicanangkan oleh pusat.

Di sisi guru, sebenarnya sangat mendambakan untuk selalu meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) . Sebab mereka sebenarnya mengerti, dengan melakukan penelitian itu para guru akan mampu melakukan refleksi terhadap praktik pembelajaran yang selama ini dilakukannya . Para guru telah dilatih berhari-hari cara melakukan PTK , tetapi, gara-gara ada kepala sekolah yang tidak reseptif terhadap inovasi , akhirnya guru harus puas dengan praktik yang bertahun-tahun dilakukan dan dianggap telah baik tanpa ada sistem feedback yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas.

Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan partisipatif-transformasionall memiliki kecenderungan untuk menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar mengajar di sekolahnya, dan dengan demikian sangat senang jika guru melakukan PTK. Sebab, dengan PTK itu sebenarnya guru akan mampu menutup gap antara wacana konseptual dan realitas dunia praktik dalam proses belajar mengajar di kelasnya. Jika hal itu terjadi, berarti guru akan mampu memecahkan sendiri persoalan yang muncul dari praktik prefesionalnya, dan oleh karena itu mereka dapat selalu meningkatkan secara berkelanjutan .

E. Pemberdayaan Komite Sekolah

Perwujudan sekolah yang mandiri merupakan satu bentuk desentraliasasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan di lapangan. Jika dinas pendidikan kabupaten/kota lebih memiliki peran sebagai failitator dalam proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Hal ini disebabkan karena proses interaksi edukatif di sekolah merupakan inti dari proses pendidikan yang sebenarnya. Oleh karena itu, bentuk kemandirian pendidikan yang paling mendasar adalah yang dilaksanakan oleh sekolah, dengan menggunakan Komite Sekolah sebagai wadah pemberdayaan peran serta masyarakat, dan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai proses pelaksanaan layanan pendidikan secara nyata di dalam masyarakat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikan.

Amanat rakyat dalam undang-undang tersebut telah ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam Kepmendiknas tersebut disebutkan bahwa peran yang harus diemban Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah (1) sebagai advisory agency (pemberi pertimbangan), (2) supporting agency (pendukung hegiatan fayanan pendidikan), (3) controlling agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan), dan (4) mediator atau penghubung atau penga tali komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah

Untuk dapat memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat, sekolah harus dapat kerjasama dengan orangtua dan masyarakat, menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan bagi peserta didik dan warga sekolah. Itulah sebabnya maka paradigma MBS mengandung makna sebagai manajemen partisipatif yang melibatkan peran serta masyarakat, sehingga semua kebijakan dan keputusan yang diambil adalah kebijakan dan keputusan bersama, untuk mencapai keberhasilan bersama. Dengan demikian, prinsip kemandirian dalam sekolah adalah kemandirian dalam nuansa kebersamaan, dan hal ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip yang disebut sebagai total quality management, melalui suatu mekanisme yang dikenal dengan konsepsi total football dengan menekankan pada mobilisasi kekuatan secara sinergis yang mengarah pada satu tujuan, yaitu peningkatan mutu dan kesesuaian pendidikan dengan pengembangan masyarakat.

Pertama, Penyusunan Rencana dan Program; sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan, sekolah bertanggungjawab dalam menentukan kebijakan sekolah dalam melaksanakan kebijakan pendidikan sesuai dengan arah kebijakan pendidikan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Sebagai penyelenggaru dan pelaksana kebijakan pendidikan nasional sekolah-sekolah bertugas untuk menjabarkan kebijakan pendidikan nasional menjadi program-program operasional penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolah. Program-program tersebut terdiri dari penyusunan dan pelaksanaan rencana Kegiatan mingguan, bulanan, semesteran serta tahunan yang sesuai dengan arah kebijakan serta kurikulum yang telah ditetapkan baik pada tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten/kota. Setiap rencana dan program yang disusun serta dilaksanakan di sekolah harus mengacu pada standar pelayanan minimum (SPM) yang diterapkan untuk pemerintahan kabupaten/kota serta standar teknis yang diterapkan untuk masing-masing satuan pendidikan. Untuk dapat memerankan fungsi ini, Komite Sekolah menjadi "pendamping" bahkan "penyeimbang" bagi sekolah-sekolah, sehingga setiap rencana dan program yang disusun oleh sekolah dapat diberikan masukan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakili oleh Komite sekojan dimaksud. Atas nama masyarakat yang diwakilinya, Komite Sekolah dapat menyatakan "setuju" atau "tidak setuju" terhadap rencana dan program pendidikan yang disusun oleh sekolah,

Selain melaksanakan kurikulum yang telah ditetapkan dari pusat, sekolah dapat juga menyusun program pendidikan life skills yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pada masyarakat sekitar. Dalam penyusunan program pendidikan "life skills", Komite Sekolah dapat membantu sekolah untuk mengumpulkan fakta-fakta mengenai kebutuhan serta, potensi sumberdaya yang tersedia di dalam masyarakat untuk diterjemahkan ke dalam program pendidikan "life skills" yang dapat dilaksanakan oleh sekolah. Mekanisme yang mungkin dapat dilakukan adalah melalui rapat Komite Sekolah dengan sekolah yang dilaksanakan setiap semester atau tahunan, untuk menyusun, memperbaiki serta menyesuaikan rencana dan program untuk semester berikutnya.

Kedua, Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS); dalam fungsinya sebagai pelaksana pendidikan yang otonom, sekolah berperan dalam menyusun RAPBS setiap akhir tahun pelajaran untuk digunakan dalam tahun pelajaran berikutnya. Program-program yang sudah dirumuskan untuk satu semester atau satu tahun ajaran kedepan perlu dituangkan ke dalarn kegiatan-kegiatan serta anggarannya masing-masing sesuai dengn pos-pos pengeluaran pendidikan di tingkat sekolah. Dari sisi pendapatan, seluruh jenis dan sumber pendapatan yang diperoleh sekolah setiap tahun harus dituangkan dalam RAPBS, baik yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten, maupun sumber-sumber lain yang diperoleh secara langsung oleh sekolah. Dengan demikian, setiap rupiah yang diperoleh sekolah dari sumber-sumber tersebut harus sepenuhnya diperhitungkan sebagai pendapatan resmi sekolah dan diketahui bersama baik oleh pihak sekolah (kepala sekolah, guru-guru, pegawai, serta para siswa) maupun oleh Komite SeKolah sebagai wakil stakeholder pendidikan.

Dari sisi belanja sekolah, seluruh jenis pengeluaran untuk kegiatan pendidikan di sekolah harus diketahui bersama baik oleh pihak sekolah maupun oleh pihak Komite Sekolah, sesuai dengan rencana dan program yang telah disusun bersama oleh kedua pihak tersebut. Kedua sisi anggaran tersebut dituangkan ke dalam suatu neraca tahunan sekolah yang disebut dengan RAPBS yang harus disahkan atas dasar persetujuan bersama antara pihak sekolah dan komite sekolah yang ditandatangani oleh kepala sekolah dan ketua komite sekolah, sehingga menjadi APBS pendidikan di tingkat sekolah yang resmi, mekanisme ini diperlukan untuk memperkecil penyalahgunaan baik dalam pendapatan maupun dalam pengeluaran sekolah, sehingga anggaran resmi pendidikan di sekolah menjadi bertambah serta pendayagunannya semakin efisien.

Ketiga, pelaksanaan program pendidikan; sistem pendidikan pada masa orde baru, pelaksanaan pendidikan secara langsung dikendalikan oleh sistem birokrasi dengan mata rantai yang panjang sejak tingkat pusat, daerah bahkan sampai tingkat satuan pendidikan. Pada waktu itu sekolah-sekolah adalah bagian dari sistem birokrasi yang harus tunduk terhadap ketentuan birokrasi. Pengaturan penyelenggaraan pendidikan pada masa birokrasi dilakukan secara baku dengan pangaturan dari pusat, sejak perencanaan pendidikan, peiaksanaan pendidikan di sekolah termasuk persiapan mengajar, metodologi dan pendekatan mengajar, buku dan sarana pendidikan, sampai kepada penilaian pendidikan. Dengan kata lain, kepada sekolah tidak diberikan kesempatan untuk mengurus dan mengatur dirinya sendiri dalam pelaksanaan pendidikan. Kepala sekolah tidak diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan mereka sendiri dalam mengelola sistem pendidikan untuk memecahkan berbagai permasalahan pendidikan yang sesuaii dengan kondisi sekolahnya masing-masing. Kepada guru-guru juga tidak diberikan kesempatan untuk berinisiatif atau berinovasi dalam melaksanakan pengajaran atau mengelola kegiatan belajar mengajar secara maksimal karena metoda mengajar dan teknik evaluasi juga diatur secara langsung melalui juklak dan juknis yang dibuat dari pusat.

Untuk mewujudkan kemandirian sekolah ke depan, melalui paradigma MBS sekolah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah. Pelaksanaan pendidikan di sekolah dalam tempat yang berlainan dimungkinkan untuk menggunakan sistem dan pendekatan pembelajaran yang berlainan. Kepala sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola pendidikan dengan jalan mengadakan serta memanfaatkan sumber-sumberdaya pendidikan sendiri asal sesuai dengan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pusat. Oleh karena karakteristik setiap siswa juga berbeda-beda secara individual, maka pendekatan pembelajaran juga dimungkinkan berbeda untuk masing-masing siswa yang berlainan.

Dalam keadaan seperti itu, maka Komite Sekolah akan dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai penunjang dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang sejalan dengan kondisi dan permasalahan lingkungan masing-masing sekolah. Komite sekolah dapat melaksanakan fungsinya sebagai partner dari kepala sekolah dalam mengadakan sumber-sumberdaya pendidikan dalam rengka melaksanakan pengelolaan pendidikan yang dapat memberikan fasilitasi bagi guru-guru dan murid untuk belajar sebanyak munghkin, sehingga pembelajaran menjadi semakin efektif. Komite Sekolah bisa ikut serta untuk meneliti dan berbagai permasalahan belajar yang dihadapi oleh murid secara kelompok maupun secara individual sehingga dapat membantu guru-guru untuk menerapkan pendekatan belajar yang tepat bagi siswa-siswinya.

Keempat, akuntabilitas pendidikan, dalam masa orde baru, satu-satunya pihak yang berwenang untuk meminta pertanggungjawaban pendidikan ke sekolah adalah pemerintah pusat. Pada waktu itu, pemerintah pusat telah menempatkan "kaki tangan"nya di seluruh pelosok tanah air melalui pengawas atau para penilik sekolah untuk mengawasi dan meminta pertanggungjawaban sekolah mengenai proses pendidikan yang berkangsung di sekolah. Jika terdapat "penyimpangan administratif yang dilakukan oleh kepala sekolah atau guru-guru, maka kepada mereka diberikan sanksi administratif, seperti teguran resmi, penilaian melalui DPK, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat dan sejenisnya. Namun, penilalaian tersebut lebih banyak diberikan terhadap proses administrasi pendidikan dan hampir tidak pernah ada sangsii (punishment} atau "ganjaran" (rewards) kepada guru-guru atau kepala sekolah atas dasar hasil yang dicapai dalam pembelajaran siswa atau lulusan.

P E N U T U P

A. Kesimpulan

Untuk mewujudkan sekolah yang mandiri, dapat dilakukan upaya-upaya:

1. melalui paradigma MBS sekolah diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengurus dan mengatur pelaksanaan pendidikan pada masing-masing sekolah

2. Kepala sekolah diberikan keleluasaan untuk mengelola pendidikan dengan jalan mengadakan serta memanfaatkan sumber-sumber daya sekolah sendiri asal sesuai dengan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pusat.

3. Komite sekolah sebagai mitra sekolah dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam ikut serta mewujudkan sekolah yang mandiri

B. Saran

Dalam upaya mewujudkan sekolah yang mandiri , perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya komitmen semua elemen yang ada sekolah

2. Kepala sekolah yang menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif- partisipatif-transformasional

3. Beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan kabupaten / kota perlu mendapatkan pertimbangan secara bijak


DAFTAR PUSTAKA

Bambang Budi Wiyono. 2002. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan

Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah.

(abstrak) Ilmu Pendidikan : Jurnal Filsafat, Teori dan Praktik Kependidikan.

Universitas Negeri Malang.

---------, 2001,Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program

Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, Jakarta, Balai Pustaka

---------,2003, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal

2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Jakarta,

Depdiknas

---------,2006, Peraturan pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan, Jakarta, Depdiknas

--------, 2000, Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999, Jakarta, Balai Pustaka

Raharjo, Budi. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Jakarta, Depdiknas.

Satori, Djama’an, dkk. 2001. Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis

Sekolah, Bandung, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat

Tilaar, A.R., 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta, Rineka Cipta.